Rabu, 08 Agustus 2018

Mengenal Cagar Budaya: Berimajinasi Membangun Candi Bersama Siswa – siswi SD Negeri Kaligatuk


Oleh : Tim KKN – PPM UGM 2018, Sub – unit 4, Dusun Kaligatuk
Dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Keberadaan tinggalan arkeologis baik yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya maupun warisan budaya memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Pengenalan terhadap keberadaan situs – situs tersebut kepada masyarakat dengan berbagai cara dan metode yang menarik menjadi salah satu bagian dari sikap melestarikan keberadaan tinggalan arkeologis tersebut. Kegiatan – kegiatan yang mengandung muatan pengenalan terhadap situs – situs tinggalan arkeologis diperlukan pengemasan yang menarik dalam penyampaian kepada masyarakat umum terutama anak – anak. Kegiatan yang memuat tema sejarah dan kebudayaan dewasa ini semakin memerlukan media yang lebih tepat yang hingga kini dirasa masih monoton.
 Dunia anak – anak terutama mereka yang sedang dalam masa pendidikan sekolah dasar memerlukan pengajaran yang kreatif, interaktif dan aktif. Disisi lain muatan informasi terkait kebudayaan dan sejarah masih dianggap membosankan dan monoton, dan menjadi persoalan yang hingga saat ini belum dapat disajikan dengan menarik. Persoalan yang memerlukan sinergi oleh semua pemangku kepentingan baik dari instansi, akademis serta masyarakat umum secara khusus. Pembelajaran dan penyampaian  wawasan terkait sejarah, kebudayaan dan tinggalan arkeologis masih belum mampu menarik perhatian anak – anak dalam dunia pendidikan. Keberadaan beberapa museum yang memiliki jenis koleksi terkait kepurbakalaan dan sebagainya terlihat sepi pengunjung menjadi salah satu bukti diperlukan media yang menarik dalam menyampaikan wawasan tersebut kepada masyarakat umum terutama generasi muda. Pengemasan penyampaian melalui permainan menjadi media yang dirasa lebih tepat kepada anak – anak namun memuat wawasan dan pengetahuan yang akan disampaikan. Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jatidiri bangsa serta merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga perlunya perlindungan dan pelestarian demi jatidiri bangsa dan kepentingan nasional ( Widiyanta, 2010: 2)
Pengenalan wawasan sejarah dan kebudayaan melalui media puzzle dan mini games kepada siswa – siswi kelas 4 dan 5 SD Negeri Kaligatuk menjadi salah satu program kegiatan Tim KKN – PPM UGM 2018 yang ditujukan kepada anak – anak yang masih duduk dalam
bangku sekolah dasar. Pemilihan media pembelajaran dengan bentuk puzzle diharapkan mampu menarik minat belajar yang lebih beragam dan tidak monoton sehingga dapat diterima dengan mudah dan menyenangkan. Gambar yang digunakan dalam permainan puzzle untuk siswa – siswi SD Negeri Kaligatuk memuat informasi terkait sejarah, secara khusus tinggalan arkeologis yang cukup dikenal oleh masyarakat umum terutama anak – anak yaitu relief Karmawibangga yang terdapat di Candi Borobudur, Magelang. Pemilihan gambar yang memuat relief Karmawibangga yang berada di bagian kaki Candi Borobudur mempertimbangkan makna dan maksud pengajaran yang tertuang didalamnya. Relief karmawibangga memiliki rangkaian suatu naskah yang berasal dari Naskah Mahakarmawibangga. Relief karmawibangga merupakan relief pada kaki candi (tingkat 1) yang mengungkapkan perbuatan manusia tentang kebajikan maupun kejahatan serta segala akibat dari perbuatan tersebut ( Balai Konservasi Borobudur, 2014: 7), tetapi perilaku terpuji juga tidak lepas dari penggambaran pada relief ini, seperti wejangan sampai derma dan pemujaan hingga beribadah ( Siswoyo, 1992:47).
Relief karmawibangga terdapat 160 panil, Karma adalah perbuatan, Wibangga berarti gelombang atau alur (Ashari, 2010:14), suatu ajaran yang mengajarkan bahwa segala perbuatan pasrti ada akibatnya (Santiko, 1876:88). Naskah Mahakarmawibangga yang memuat ajaran agama Budha bukan meruoakan cerita yang bersambung dengan runut, tiap paragraf naskah berisi mengenai aturan hidup menurut agama yang melatarbelakangi naskah tersebut ( Rohyani, 2004:128).  Panil O 71 dalam relief karmawibangga menceritakan perbuatan belas kasih pemberian derma dan hadiah yang ditjukan kepada bawahan dan fakir miskin.  Relief ini digunakan sebagai gambar puzzle melihat cerita yang termuat didalamnya memiliki pembelajaran dan muatan budi pekerti yang baik. penggunaan puzzle sebagai media pembelajaran sejarah selain mengasah daya pikir, melatih kesabaran juga dapat disebut permainan edukasi karena tidak hanya untuk bermain tetapi juga mengasah otak dan melatih antara kecepatan pikiran dan tangan ( Maviro, 2017: 33). 

Relief Karmawibangga Candi Burobudur
Panil O 71, adegan pemberian derma dan hadiah kepada bawahan dan fakir miskin

Manfaat media puzzle dalam pembelajaran, yaitu meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan keterampilan motorik halus, melatih kemampuan nalar dan daya ingat, melatih kesabaran, menambah pengetahuan, serta meningkatkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Melalui puzzle, siswa-siswa akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh. Bermain puzzle juga dapat meningkatkan keterampilan motorik halus. Siswa dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga melatih kemampuan nalar dan daya ingat dan konsentrasi puzzle yang berbentuk manusia akan melatih nalar siswa-siswa. Saat bermain puzzle, siswa akan melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut ( Widyanarti, 2013).
Kegiatan pengenalan cagar budaya yang dilaksanakan di SD Negeri Kaligatuk diawali dengan mini games guna semakin meningkatkan dan mempererat antar siswa sebagai kegiatan pengantar sebelum materi pengenalan cagar budaya. Kegiatan yang dilaksanakan di SD Negeri Kalihatuk juga diisi dengan pembelajaran menggambar menggunakan aplikasi komputer Tux Paint. Siswa – siswi tampak antusias dengan kegiatan yang mengasah konsentrasi, kekompakan dan pembelajaran menggambar menggunakan media komputer. (Penulis : Yustina D.S., Editor : Muammar K.)


 Referensi
Ashari, Chaidir. 2010. Inskripsi – inskripsi pada Relief Karmawibangga di Candi Bodobudur: Kajian Epigrafi. Skripsi. Program Studi Arkeologi. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia.
Balai Konservasi Borobudur. 2014. Kompleks Candi Borobudur. Borobudur Temple Compounds. Magelang: Balai Kosnervasi Borobudur.
Maviro, Anirisa Latut Torikil.. 2017. Penggunaan Puzzle untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS di Kelas IV MIN Lambaro Aceh besar. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.
Rohyani, Siti. 2004. Skenario Penggambaran Relief Karmawibangga di Candi Borobudur. Tesis. Program Studi Arkeologi. Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Santiko, Hariani. 1992. Karmawibangga, Rahasia dari Jawa Kuno. Rahasia di Kaki Borobudur. Jakarta: Katalis. 13 – 38
Siswoyo, Adi. Isi Dari Tiga Lapis Dunia. Rahasia Di Kaki Borobudur. Jakarta: Katalis. 39 – 50.
Widiyanta, Danar. 2010. Pemberdayaan Guru – Guru IPS/ Sejarah di Bantul dalam Upaya Peningkatan kesadaran Masyarakat terhadap Pelestarian Benda – benda Peninggalan Sejarah. Yogyakarta.

Widyanarti, Sri. 2013. Penggunaan Media Puzzle Dalam Model Pembelajaran Langsung Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas Va SDN Rangkah I Tambaksari Surabaya. Jurnal Mahasiswa Unesa. 1 (1).

Share:

“Kunjungan Karang Taruna Dusun Kaligatuk bersama KKN – PPM UGM Sub – unit 4 Srimulyo ke Candi Banyunibo: Tantangan Pelestarian dan Peluang Pemanfaatan Cagar Budaya Setempat”


Oleh: Tim KKN – PPM UGM 2018, Sub – unit 4, Dusun Kaligatuk
Benda/situs cagar budaya merupakan salah satu tinggalan yang dimiliki oleh sebuah komunitas masyarakat. Cagar budaya tidak hanya menceritakan peradaban suatu masyarakat dalam suatu wilayah, tetapi juga perwujudan peradaban umat manusia. Permasalahan pelestarian dan pemanfaatan terhadap situs cagar budaya menjadi pertanyaan yang hingga kini masih menjadi topik dan kemelut dalam menjawab tantangan global yang semakin besar. Keberadaan tinggalan arkeologi baik yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya maupun yang masih sebagai warisan budaya membutuhkan perhatian dari berbagai pihak secara khusus masyarakat, dalam hal ini generasi muda dalam melihat peluang pemanfaatan yang dapat tercipta dan menjawab tantangan pelestarian tinggalan arkeologis kedepannya. Pada dasarnya pelestarian baik terhadap situs maupun khawasan cagar budaya telah diatur dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 1 ayat 22 yaitu upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Melihat Pasal 1 ayat 22 terkait pelestarian cagar budaya yang menyebutkan didalamnya terdapat kata memanfaatkan, pemanfaatan (UU No. 11 Tahun 2010 Pasal 1 ayat 33) adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar – besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya menjadi salah satu cara dalam upaya pelestarian cagar budaya yang saling berkaitan. Pemanfaatan cagar budaya bagi kesejahteraan masyarakat haruslah diiringi dan selaras dengan pelestarian baik situs maupun kawasan cagar budaya secara bijaksanaa sehingga dapat dimanfaatkan dalam waktu yang panjang dan berkelanjutan. Dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ditegaskan bahwa Cagar Budaya adalah Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian perlulah pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan yang tepat supaya dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia. pemanfaatan keberadaan baik situs maupun kawasan cagar budaya guna meningkatkan dan mengembangkan beberapa sektor antara lain ekonomi, pariwisata dan pendidikan menjadi tantangan pada saat ini.
Keberadaan generasi muda yang memiliki gagasan, ide yang kreatif dan inovatf dalam menciptakan produk dan sebagainya menjadi bagian penting dalam pelestarian cagar budaya terutama pemanfaatan berbasis tinggalan arkeologis cagar budaya setempat.  Pelestarian cagar budaya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, terusmenerus, dan terarah guna melindungi benda benda peninggalan yang bernilai sejarah dari kegiatan yang bersifat merusak (Luwistiana, 2009: 11). Tindakan perlindungan ini berusaha untuk menjaga dan mempertahankan keberadaaan cagar budaya, agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Generasi muda menjadi bagian penting dalam upaya pemanfaatan keberadaan tiinggalan arkeologis cagar budaya.
Memberdayakan masyarakat dalam upaya pelestarian benda cagar budaya adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar benda cagar budaya. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat melalui upaya-upaya pelestarian benda cagar budaya. Di sini titik tolaknya pada pengenalan bahwa setiap manusia, masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan sangat penting dalam upaya pelestarian benda cagar budaya ( Wibowo, 2014: 59). Hal ini mengarahkan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian di mana dalam pemberdayaan mengadung prinsip-prinsip perencanaan seperti pendekatan sistem untuk mengembangkan interaksi sinergis antar komponen, metodologi pengembangan masyarakat dari dalam (development from within) yang niscaya bersifat emansipatoris dan partisipatoris, serta prinsip-prinsip perencanaan secara komprehensif, holistik dan karena itu harus bersifat terbuka (sampai pada tingkat tertentu boleh menjadi rolling plan) dan kontingen konstekstual, perlu diterjemahkan dalam tolok ukur yang terstruktur (Balitbang Depdagri, 1998: 8). Pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. ( ibid. 65 ). Selanjutnya, upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat.
Kunjungan yang dilakukan oleh pemuda pemudi Karang Taruna Dusun Kaligatuk pada Minggu, 22 Juli 2018 di situs Cagar Budaya Candi Banyunibo bersama Tim KKN – PPM UGM Sub – unit 4 Dusun Kaligatuk, Srimulyo menjadi salah satu kegiatan pelestarian terhadap situs cagar budaya yang melibatkan peran generasi muda sebagai bagian penting terhadap kelangsungan dan keberlanjutan keberadaan tinggalan arkeologi.


Kegiatan ini tidak hanya sebagai kegiatan kunjungan terhadap situs cagar budaya semata, tetapi juga semakin membuka wawasan dan pengetahuan terhadap peluang pemanfaatan yang dapat dilakukan berbasis tinggalan arkeologis yang hingga kini masih menjadi persoalan besar baik dalam instansi terkait maupun masyarakat luas. Kegiatan pengenalan sebagai upaya awal dalam menggali potensi pemanfaatan situs cagar budaya, menumbuhkan ide, gagasan yang kretaif dan inovatif. Selain itu, dalam kegiatan ini diisi  pula Sosialisasi “Kenali Dirimu Kenali Potensimu” yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa KKN – PPM UGM Fakultas Psikologi, Ni Galuh Purwanti. Kegiatan ini menjadi bagian yang tepat dalam menggali dan mengenal diri serta potensi diri yang dimiliki oleh pemuda pemudi Karang Taruna Dusun Kaligatuk. Keberadaan tinggalan cagar budaya di sekitar tempat tinggal dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam menggali potensi dan bakat yang dimiliki terkait pemanfaatan cagar budaya sebagai pengembangan di bidang ekonomi, pariwisata dan pendidikan.


Keberadaan tinggalan arkeologi di tengah masyarakat haruslah disadari bahwa cagar budaya maupun warisan budaya adalah miliki seluruh masyarakat, tidak hanya satu instansi terkait. Dengan demikian, sinergi baik antara instansi pemerintah dengan masyarakat secara khusus generasi muda dalam upaya pemanfaatan cagar budaya dan pelestarian yang saling terkait dan berkelanjutan menjadi peluang dan potensi besar yang masih perlu digali lebih dalam guna pengembangan di berbagai sektor khususnya ekonomi, pariwisata dan pendidikan. (Penulis : Yustina D.S., Editor : Muammar K.)

Referensi
Luwistiana, Farida. 2009. Peran Pembelajaran Sejarah dalam Pelestarian Cagar Budaya Sangiran ( Studi Kasus di SMP N 1 Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen). Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Balitbang Depdagri. 1998. Pemerintahan Desa.  Laporan Penelitian. Jakarta: Balitbang Depdagri.
Wibowo, Agus Budi. 2014. Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis Masyarakat. Kasus Pelestarian Bneda/ Situs Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8 (1). 58 - 71

Share:

Minggu, 05 Agustus 2018

Kenali Dirimu, Kenali Potensimu


Gambar 1. "Kenali Dirimu Kenali Potensimu"

Dusun Kaligatuk, Srimulyo, Piyungan, Bantul adalah dusun dengan jumlah pemuda yang cukup banyak. Banyaknya jumlah pemuda di Dusun Kaligatuk menjadikan dusun ini kaya akan kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh pemuda, seperti program remaja masjid, tadarus Al-Quran, perlombaan, dan kegiatan positif lainnya. Namun, disisi lain penulis menjumpai salah satu permasalahan yang terdapat di Dusun Kaligatuk terutama pada pemuda-pemudi, yaitu kurang adanya motivasi untuk mengenyam pendidikan tinggi. Slogan “Carilah ilmu sampai ke Negeri China” sepertinya kurang diresapi oleh pemuda-pemudi di Dusun Kaligatuk, pasalnya di dusun ini hanya beberapa pemuda saja yang mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah. Beberapa hal menjadi alasan mengapa pemuda-pemudi hanya menempuh pendidikan sampai bangku SMA/SMK bahkan penulis mendapati ada pemuda yang putus sekolah. Keadaan ekonomi dan “males mikir” menjadi permasalahan utama mengapa pemuda-pemudi di Dusun Kaligatuk enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Dalam hal ini, penulis memberikan sosialisasi “Kenali Dirimu, Kenali Potensimu”, yang mengajak pemuda-pemudi untuk dapat mengenali dirinya sehingga mereka mengetahui apa saja potensi yang bisa dikembangkan dan memiliki motivasi untuk mengembangkannya. Selain itu, dalam sosialisasi “Kenali Dirimu, Kenali Potensimu” juga memberikan informasi kepada peserta terkait situs web untuk melakukan tes psikologis, yaitu temubakat.com.

Gambar 2. Pemuda-pemuda Kaligatuk tampak bahagia

Gambar 3. Pemudi Kaligatuk serius mendengarkan
       
     
Sosialisasi “Kenali Dirimu, Kenali Potensimu” diadakan pada hari Minggu, 22 Juli 2018 bersamaan dengan acara “Jalan-jalan Situs” ke Candi Banyunibo yang beralamatkan di Desa Cepit, Bokoharjo, Prambanan, Yogyakarta. Perjalanan dari Dusun Kaligatuk ke Candi Banyunibo tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja. Mulanya, pemuda-pemudi dan mahasiswa KKN PPM UGM berkumpul pada jam 8.30 WIB dan sampai di Candi Banyunibo sekitar jam 9.00 WIB. Sosialisasi ini diikuiti oleh sekitar 20 pemuda-pemudi Dusun Kaligatuk dan dilaksanakan selama 60 menit ditambah sesi tanya jawab. Kegiatan diawali dengan jalan-jalan mengelilingi Candi Banyunibo dan sesekali salah satu mahasiswa KKN menjelaskan sejarah terbentuknya Candi Banyunibo. Candi Banyunibo adalah candi Buddha yang dibangun pada abad 19 dan terletak tidak jauh dari Candi Ratu Boko.
Gambar 4. Sosialisasi diiringi canda dan tawa
Setelah selesai berkeliling menikmati candi, salah satu mahasiswa KKN mengkondisikan peserta untuk duduk melingkar untuk mendengarkan sosialisasi. Duduk melingkar menjadi salah satu pilihan karena sosialisasi “Kenali Dirimu, Kenali Potensimu” sengaja di setting agar suasana sosialisasi menjadi santai dan agar peserta tidak canggung. Sosialisasi “Kenali Dirimu, Kenali Potensimu” berisi informasi mengenai bagaimana peserta dapat mengenali diri, mencintai dirinya dan mengembangkan dirinya secara maksimal. Mengenal diri adalah kondisi dimana seseorang dapat mengenali dirinya seutuhnya, termasuk kelebihan dan kekurangannya. Banyak kita jumpai seseorang yang sibuk mempertanyakan bakatnya apa dan mengeluhkan kekurangan yang ada pada dirinya. Padahal, dalam mencari bakat atau potensi, mulanya seseorang tersebut harus memijaki tahap “mengenal diri” secara utuh. Untuk itu, sosialisasi ini diadakan dengan harapan pemuda-pemudi Dusun Kaligatuk dapat mengenali dirinya dan memaksimalkan apa yang mereka punya. (Penulis : Ni Galuh P., Editor : Muammar K. )

Gambar 5. Foto bersama di akhir acara

Share:

Sabtu, 04 Agustus 2018

Label

Post Favorit

Peta Administrasi Dusun Kaligatuk 2018

Total Halaman Dibuka